Selasa, 15 Januari 2019

Cium dong pa!




Kei,  berada tak jauh dari papanya ketika aku datang mendekat. Dia sedang menyetrika bajunya untuk sekolah besok. Aku dan papanya berpapasan di lorong dalam rumah kami tepat di depan sebuah cermin besar.
“cium dong pa,” sapaku sama si ‘my man’ yang tak punya kandungan romantisme ini dalam darahnya. 
Dia menyodorkan keningnya, “aku nggak mau yang itu, udah kayak nenek sama cucunya aja”,
 dia menyodorkan hidungnya “ah papa, masak kayak ciuman jumpa masyarakat di timur tengah”,  dia geli melihatku.
Aku tau anak kami yang 2 meter di belakang kami hanya terhalang pemandangan oleh lemari menyimak kami orang tuannya. 
Gak masalah.
” Coba lihat bagaimana gayamu di depan cermin pa” aku membelakangi cermin supaya dia bisa memeriksa gayanya disitu, siapa tau bisa jadi romantis seperti yang di pilem pilem. 
Sayang hasilnya nihil. 
Di terkekeh kekeh sambil menyodorkan pipinya mendekati pipiku, 
“aduh! kayak salaman ibu ibu arisan aja sih pa.”
Akhirnya dengan monyong sekali, dia arahkan bibirnya kemukaku dengan mata besar seperti hendak menangkap ayam yang panik lari sana kemari. Gayanya telak mengusir hasrat. 
Dia terbahak melihat hasrat roman itu tebang menjauh dari atas kepalaku.


Kei berdiri di depan kami geleng geleng kepala, ada senyum aneh di wajahnya seakan akan apa yang tengah kami lakukan barusan itu konyol, tapi aku tau dari matanya, dia bahagia melihat kami, memang kami konyol dan agak lucu, tapi juga mesra guys. “huh, pacaran aja!” katanya sambil lewat diantara kami. “ betul betul betul.” Kata kami berdua senang.
 
keluarga tanpa kemesraan sama seperti padang kering berbatu
Beberapa keluarga mungkin malu bermesraan di depan anak anak mereka, “risih ah”, “itu bukan budaya timur”, atau “kita sudah tua”, sering menjadi alasan untuk membiarkan kemesraan itu terkunci di dalam kamar. Memang menyembunyikan itu lebih nyaman buat perasaan dari pada memunculkannya. Tapi demi anak anak kita, ijinkanlah mereka melihatnya dan menikmatinya, demi masa remajanya, dan masa kedewasaannya, ijinkan mereka mencecapnya dari kita.



Melihat ayah dan ibu berpelukan, berciuman saling menggoda dan bercanda mesra satu sama lain, menimbulkan rasa aman di hati mereka, rasa pasti dan percaya. Bahwa tempat mereka berpijak, atap tempat mereka berteduh dan dinding pembatas dari ketidak pastian dunia luar masih kokoh berdiri bagi mereka.

Perasaan yang timbul sungguh lain dibandingkan perasaan yang muncul ketika menyaksikan kedua orangtua saling berteriak menyalahkan satu sama lain dalam amarah yang meledak ledak, ketika melihat salah satu orang tua begitu tegang atau berderai derai air mata karena kesalah pahaman diantara keduanya. 


Perasaan takut, bingung, ragu dan kacau membungkus hati anak anak menarik mereka dalam kengerian panjang tentang, “siapakah dari mereka yang kukasihi, yang akan kupilih jika mereka bercerai?”


Pemandangan mesra yang di sajikan orang tua bagi anak anak mereka menumbuhkan keberanian percaya di dalam hati anak anak akan masa depan mereka, ada harapan, bahwa mungkin merekapun beroleh kemesraan yang sama kelak.



Anak anak kita seperti orang yang makan kenyang dan tak ingin jajan lagi dengan makanan tak sehat yang di jajakan di pinggir jalan. 
Mereka tidak lapar dan haus akan kasih sayang dan mencarinya di tempat yang salah dengan orang yang salah.
Akan lebih mudah bagi mereka untuk menurut, ketika kita menasehatkan mereka untuk tidak menuruti ajakan teman atau iklan dan internet untuk memeriksa tontonan porno.


Suatu waktu 3 tahun lalu ketika Kei berusia 10 tahun, dia bertanya lagi setelah aku selesai menjawab panjang lebar pertanyaannya tentang, bagaimana caranya sperma papa keluar dari badannya dan bisa masuk ke dalam tubuhku dan berjumpa sel telur ketika aku tidur, sehingga aku menjadi hamil. benarkah lewat mulut kami, pertanyaan itu mengganggunya, (aku akan menulis dialog kami ini di lain kesempatan).
Kei; “mama, apa boleh aku melihat bagaimana mama dan papa melakukannya?”

Dan itu lah saat penutup cerita kami, aku menjawab, 
“semua yang Kei perlu tahu sudah mama sampaikan.Tak ada yang bisa menyampaikan seperti ini selain orang tua, karena kami telah mengalami, dan di kasih hikmat oleh Tuhan untuk menyampaikan ke Kei dengan sopan dan benar. Tetapi tentang bagaimana mama dan papa melakukannya, itu adalah rahasia setiap suami istri dan Tuhan, tidak boleh pertontonkan atau di filmkan, itu privat dan kudus. itu adalah suatu pengetahuan yag dalam, yang cuma bisa diketahui oleh orang yang sudah menjadi suami istri. Jadi, Kei, jangan percaya jika ada yang mengatakan “ayo lihat orang berhubungan seks supaya kita jadi lebih tahu”. Kamu sudah tau sebanyak yang perlu kamu tau. Lebih dari itu datangnya dari pada si jahat. Karena sejak Dunia di ciptakan, Sex itu adalah karunia Tuhan untuk orang menikah. Kei harus tunggu menikah dulu untuk tau lebih dari yang mama ceritakan. Bersabar ya nak”.

Ijinkan mereka mencicip sedikit keintiman kita dan mendapatkan haknya, supaya mereka jangan tersesat di kemudian hari.